JAKARTA – Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi menyatakan belum puas dengan pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini, karena menurutnya birokrasi di Indonesia masih bisa lebih baik lagi. Karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi ke depannya harus nendang.
Kementerian PANRB akan terus mengupayakan peningkatan secara signifikan terkait pengelolaan reformasi birokrasi, terutama perbaikan sistem, dan mengharapkan masukan-masukan positif yang diberikan oleh TIRBN.
Hal tersebut disampaikan Yuddy dalam Rakor dengan Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN) dan Tim Quality Assurance di Jakarta (2/11). "Bisa saja kami menganggap sudah maksimal, misalnya easy of doing bussiness sudah meningkat dari peringkat 114 meningkat menjadi 109. Tapi dari sisi yang lain belum signifikan, perlu masukan baru supaya terjadi lompatan," ungkap Yuddy.
Menteri Yuddy berharap, TIRBN bisa memberikan masukan secara objektif bagi percepatan reformasi birokrasi dan revolusi mental, serta memastikan jalannya roadmap reformasi birokrasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). "Kalau tidak independen sulit untuk mengetahui kekurangan dari proses reformasi birokrasi yang tengah dilakukan," ujarnya.
Karena itu, lanjut Yuddy, tim independen diharapkan benar-benar berdiri secara independen, bisa memberikan masukan tentang bagaimana wajah birokrasi Indonesia saat ini di tengah upaya pemerintah memperbaiki birokrasinya, sehingga terjadi percepatan perbaikan sistem, perilaku, dan praktek birokrasi. "Tim independen juga memastikan apa yang sudah menjadi peta jalan reformasi birokrasi lima tahun ke depan betul-betul terlaksana, mereka melihat dari sisi beyond government," imbuhnya.
Pemberian TK sangat selektif
Salah satu isu yang sering mengemuka dalam pelaksanaan reformasi birokrasi adalah tunjangan kinerja. Diakui bahwa sebelumnya, tunjangan kinerja yang diperoleh setiap institusi sangat relatif apabila dibandingkan dengan capaian reformasi birokrasi di setiap instansi.
Mulai saat ini, tegas Yuddy, untuk menaikan tunjangan kinerja sangat bergantung dari reformasi birokrasi dan akuntabilitas institusinya yang harus semakin baik. "Apakah sudah sepadan tunjangan kinerja dengan kinerjanya itu sendiri? Itu sangat relatif. Kalau dulu dipukul rata, ada institusi yang tidak begitu baik, tetapi karena tunjangan kinerjanya harus diberikan, ya dia dapatkan," kata Yuddy.
Menurutnya, di era pemerintahan Presiden Joko Widodo kali ini, pemberian tunjangan tersebut dilakukan secara sangat selektif. Sementara apabila tidak mengikuti peta jalan reformasi birokrasi, seperti bussiness process yang tidak baik, sumber daya manusia aparatur yang tidak meningkat, masih ada KKN, sudah dipastikan bahwa institusi tersebut tidak akan mendapatkan kenaikan.
"Banyak institusi pemerintah mengajukan tunjangan kinerja, tapi tidak dikabulkan. Walaupun mereka mengatakan self assesment baik, tapi kalau dari hasil pemeriksaan BPKP dan Tim Quality Assurance, tidak bisa naik, kita tidak berani merekomendasikan kepada Presiden," ujarnya.
Dikatakan Yuddy, tunjangan kinerja memiliki base line yang sudah ditetapkan. Apabila pada lima tahun lalu ditetapkan base line sebesar 40%, maka tunjangan tersebut harus diberikan. Base line tertinggi pada lima tahun lalu untuk ukuran reformasi birokrasi yang sudah dilakukan adalah oleh Kementerian Keuangan, BPK, dan Mahkamah Agung.
Instansi lainnya, dengan melihat merit sistemnya, kemudian proses perubahannya, profesionalisme, tata kerja dan tata kelola institusinya, dihitung rata-rata maksimum 40%. “Dari 40% itu, tahun ini dievaluasi. Kalau ada kemajuan nilai reformasi birokrasi, maka ada yang naik 10%, 15% dan seterusnya. Selain itu juga ada indeks nilainya," imbuh Yuddy yang didampingi Deputi RB Kunwas M. Yusuf Ateh dan Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Rini Widyantini (Rakor MENPANRB)
03 November 2015 00:00:00 WIB | Post By: Admin BKD