JAKARTA Ombudsman RI akan menegur pemerintahan terkait kebijakan pelarangan penjualan BBM bersubsidi di SPBU yang berlokasi di rest area jalan tol. Kebijakan pengendalian BBM ini dinilai terlalu parsial dan diskriminatif. Secepatnya Ombudsman akan menegur pemerintah, ujar Ketua ORI Danang Girindrawardhana dalam siaran persnya, Selasa (19/08).
Dikatakan, pembatasan penjualan BBM mestinya berlaku di seluruh SPBU. Kalau dirasa sulit penerapannya, pembatasan bisa dilakukan berdasarkan teritori kota metropolitan pada area yang lebih luas. Itu pun harus berdasarkan data yang menunjukkan penyedotan jatah premium bersubsidi yang relative tinggi. Misalnya pengendalian BBM yang berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta, imbuh Danang.
Kalau pemberlakuannya hanya di sepenggal jalan tol, menurut Danang, justeru akan memicu siasat para pengemudi untuk mengisi BBM bersubsidi di luar area jalan tol, sehingga misi penghematan tidak akan tercapai.
Lebih lanjut dikatakan, kebijakan pemerintah berdasarkan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 itu terindikasi maladministrasi, dilihat dari sisi kebijakan yang diskriminatif. Sikap diskriminasi ini berpotensi merugikan sebagian pelaku usaha, karena mestinya kebijakan disusun dengan sudut pandang perlakuan adil bagi seluruh pengusaha, dan benar-benar berdampak positif bagi pnghematan keuangan/anggaran negara.
Upaya pemerintah unuk mengatur pengelolaan BBM bersubsidi ini bukan kali pertama dilakukan, seperti pelarangan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan berpelat merah, kendaraan dengan cc dan tahun tertentu hingga pemberlakuan RFID. Namun regulasi itu tidak dieksekusi secara tuntas, sehingga sering menimulkan keraguan terhadap keseriusan pemerintah.
Menurut Danang, upaya itu terkesan setengah-setengah karena tidak tuntas plaksanaannya. Pemerintah juga bersikap seperti pemadam kebakaran, bukannya melakukan secara lebih sistematis. Karena itu diharapkan agar pemerintah bersikap konsisten terhadap pelbagai kebijakan yang berdampak langsung terhadap dunia usaha, salah satu pemangku kepentingan yang juga harus dilindungi.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah wajib melibatkan pemangku kepentingan dalam membuat kebijakan. Dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, maka kualitas  pelayanan public semakin meningkat ujar Danang. (ags/HUMAS MENPANRB)17 Juli 2014 00:00:00 WIB | Post By: Admin BKD