SURABAYA – Revolusi mental aparatur negara juga harus dilakukan oleh praktisi humas pemerintah. Perubahan mindset insan humas mutlak diperlukan agarlebih aktif membangun persepsi publik, termasuk melalui blusukan. Humas juga harus melakukan rebranding (penyegaran) agar mampu menjalankan peran dalam penyampaian komunikasi dengan tepat.
Itulah benang merah dari Workshop Revolusi Mental Aparatur Sipil Negara untuk praktisi humas pemerintah daerah kabupaten/kota se Jawa Timur di Surabaya, Jumat (15/05). "Humas merupakan ujung tombak pengendalian persepsi publik terhadap kinerja organisasi," ujar Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik (HKIP) Kementerian PANRB Herman Suryatman saat membuka acara tersebut.
Karena itu, lanjutnya, pejabat humas harus memposisikan dirinya dengan efektif di dalam organisasi. Hal ini dimaksudkan agar peranannya dapat menentukan kemana organisasi akan dibawa dalam komunikasinya ke publik.
Diakuinya, semakin derasnya arus informasi saat ini membuat tantangan bidang kehumasan semakin kompleks. Oleh sebab itu, diperlukan adanya perubahan pola pikir (mindset) para pelaku humas untuk lebih aktif dalam mengelola informasi mengenai instansi-instansi pemerintahan yang menaunginya. "Humas harus mampu memainkan peran dalam komunikasi sehingga tidak terbawa arus. Selain itu, humas juga harus memainkan peran dalam membangun isu-isu baru agar opini publik terbentuk dengan positif dan tidak terjebak pada isu yang itu-itu saja," jelas Herman.
Dikatakan, revolusi mental bagi humas pemerintah bertujuan untuk mendorong terbangunnya persepsi publik yang positif guna mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik. Hal ini akan berdampak pada pemetaan masalah yang lebih detail, sehingga pengambil kebijakan terkait mampu memberikan solusi yang efisien untuk mengatasinya. “Upaya pembentukan persepsi positif publik itulah yang pada dasarnya merupakan esensi dari aktivitas blusukan yang menjadi ciri khas Presiden Joko Widodo,” imbuhnya.
Melalui blusukan, diharapkan pejabat dan para aparatur sipil negara mampu aktif dan progresif dalam menggali isu-isu teraktual di lapangan untuk kemudian dicarikan jalan keluarnya melalui kebijakan yang efektif. Sama halnya seperti aktivitas di bidang kehumasan, metode blusukan merupakan cara yang efektif dalam menelaah informasi secara seksama, sehingga kemudian didapatkan data akurat mengenai hal-hal apa saja yang patut menjadi prioritas untuk ditangani segera.
Nara sumber dari lembaga riset Indonesia Indikator Rustika Herlambang mengatakan, pembentukan persepsi publik bukan bermaksud sebagai pencitraan agar terus diperbincangkan, melainkan sebagai bagian dari upaya pengawasan publik terhadap kinerja organisasi, dalam hal ini adalah kinerja instansi pemerintah.
"Ada simbiosis mutualisme dalam agenda pembentukan persepsi positif publik. Bagi organisasi yang melakukannya, manfaat yang didapat adalah pengawasan transparan yang dapat memacu peningkatan kinerja. Sedangkan bagi publik, persepsi positif tersebut bermanfaat sebagai bentuk kepercayaan (trustworthy) dalam mendapatkan manfaat pelayanan publik," ujar Rustika.
Menurut Rustika, kepercayaan publik dalam mendapatkan pelayanan yang maksimal dan efektif dari organisasi membuahkan apresiasi yang tinggi. Dengan apresiasi yang tinggi, maka organisasi pun mendapatkan rasa percaya diri untuk terus maju dan meningkatkan kualitasnya.
Pada akhirnya hal tersebut akan kembali lagi pada pelayanan berkualitas kepada publik. Kesinambungan simbiosis mutualisme tersebut nantinya mampu mendorong peningkatan taraf kehidupan masyarakat, khususnya mengenai bidang pelayanan informasi yang menjadi bidang pekerjaan utama humas.
Sejalan dengan pernyataan Rustika tersebut, Staf Khusus Bidang Komunikasi, Sosial, dan Politik Kementerian PANRB mengatakan, humas pemerintahan perlu melakukan penyegaran (rebranding) agar mampu menjalankan peran penyampaian komunikasi dengan tepat. Hal tersebut dapat tercapai jika humas mampu membentuk persepsi positif dari publik.
Persepsi positif dapat dihasilkan dari pemberitaan yang bersifat aktif sehingga publik pun akan semakin akrab dan dapat berperan serta dalam mendukung pencapaian kualitas terbaik dari orgnisasi terkait. "Intinya untuk mengubah image humas menjadi lebih baik diperlukan pemenuhan tiga hal, yakni figur, nilai, dan bukti," ujar pria yang akrab disapa Caca ini.
Caca menyebut sosok figur adalah hal penting dalam organisasi, di mana posisinya sebagai penggerak ke arah perubahan yang lebih baik. Sedangkan nilai adalah bentuk visi dan misi yang diemban dalam meningkatkan kualitas organisasi. Adapun bukti adalah bentuk realisasi nilai visi dan misi organisasi.
"Saya harap saudara-saudara di ruangan ini dapat segera menerapkan rencana penyegaran kinerja humas agar tepat sasaran dalam mengawal organisasi," tukas Caca yang hadir mewakili Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi. (Sumber: MENPANRB)
18 Mei 2015 00:00:00 WIB | Post By: Admin BKD