JAKARTA-Menindaklanjuti kebijakan pembatasan rapat di hotel bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pemerintah akan segera menerbitkan petunjuk teknis (Juknis). Saat ini Kementerian PANRB tengah menggodog peraturan yang mengatur kegiatan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan di luar kantor.
"Saya sudah diperintahkan Pak Presiden untuk membuat petunjuk
teknis pelaksanaannya, karena selama ini aturannya masih bersifat
kohesif," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Yuddy Chrisnandi
saat menjadi pembicara dalam Musyawarah
Nasional (Munas) XVI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)
2015 di Jakarta, Selasa (17/2).
Menurut Menteri, selama ini ada banyak kegiatan ASN yang dilakukan
di luar kantor. "Kita sedang rumuskan, misalnya penjelasan konsinyering,
definisi rapat, yang ditoleransi untuk melakukan kegiatan di luar
kantor, anggaran, dan jumlahnya," kata Yuddy.
Ditambahkan,
adanya kebijakan pembatasan rapat di luar kantor bagi ASN karena masih
maraknya penyalahgunaan anggaran negara. Berdasarkan catatan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), selama ini penyalahgunaan
anggaran selama ini mencapai 30 persen. “Pemborosan dari rapat di
hotel-hotel tersebut mencapai hingga Rp 5,122 triliun,†tandasnya.
Tidak hanya itu, menurut Yuddy ada banyak laporan dari manajer
hotelan mengenai pola pembukuan ganda. Dia mencontohkan, jika peserta
rapat yang hadir sebenarnya hanya 50 orang, namun yang tertulis dalam
pembukuan 100 orang. Selain itu, jika harga satu kamar hanya Rp 450 ribu
per malam, sering di-mark up menjadi Rp 600 ribu.
"Para manajer itu melaporkan kepada kami betapa repotnya mengurus
PNS-PNS ini. Hal ini sudah berlangsung cukup lama, dan negara dirugikan
akibat inefisensi tersebut," kata Yuddy.
Yuddy mengatakan, dalam konteks revolusi mental, Presiden RI
menginginkan terjadi perubahan cara berpikir, bertindak dan berperilaku
para aparatur sipil negara. Menurutnya, Presiden menginginkan di akhir
periode pertama Kabinet Kerja, Indonesia bisa menjadi negara dengan
tata kelola pemerintahan berkelas dunia.
Untuk ke sana, harus ada perubahan pola pikir dari birokrasi
priyayi menjadi birokrasi melayani . "Kita tidak mungkin berkelas dunia
jika kerja birokrasi kita lambat, mempersulit pelaku ekonomi, tembang
pilih, dan tidak transparan. Harus ada perubahan pola pikir dari
birokrasi yang selama ini priyayi menjadi birokrat-birokrat yang
memberikan pelayanan dan responsif terhadap permasalahan yang dialami
masyarakat," kata Yuddy.
Diterbitkannya kebijakan pembatasan kegiatan ASN di hotel-hotel merupakan salah satu cara untuk mengubah dan membentuk pola pikir dan budaya kerja ASN. "Ini semua kami lakukan dalam rangka membentuk pola pikir aparatur sipil yang disiplin dalam menemukan budaya kerja baru yang profesional," kata Yuddy.
Menanggapi penjelasan Menteri Yuddy, kalangan pengusaha perhotelan menyatakan setuju terkait petunjuk teknis pembatasan rapat di hotel. Salah satu perwakilan PHRI, Hariyadi Sukamdi meminta agar Menteri PANRB segera menerbitkan petunjuk teknis sebagai acuan bagi pengusaha perhotelan.
Sementara itu, Ketua Umum PHRI, Wiryanti Sukamdani meminta agar
ada nota kesepahaman atau MoU antara pemerintah dengan pengusaha
perhotelan. Hal tersebut terkait adanya dugaan mark up yang
dilakukan pihak hotel untuk membantu ASN melakukan penyalahgunaan
anggaran negara. "Jika anggapan pemerintah terkait larangan rapat di
hotel karena adanya mark up, maka kami ingin melakukan MoU. Kami
ingin agar pihak-pihak yang melakukan itu segera ditindak dan kami
mendukung itu," kata Yuddy.
Menteri Yuddy menambahkan, tidak setiap kebijakan pemerintah
sepenuhnya akan disetujui masyarakat, dan dampaknya baru akan terlihat
dalam jangka panjang. "Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tentu tidak sepenuhnya akan didukung. Kami juga tidak ingin
bekerja untuk mencari keuntungan atau merugikan masyarakat, tetapi kami
ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia," tegas
Menteri. (Sumber: MENPANRB)
24 Desember 2014 00:00:00 WIB | Post By: Admin BKD