Badan Kepegawaian Daerah

JAKARTA-Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy ?Chrisnandi meminta klarifikasi kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengenai kebijakan pemberian gaji gendut para pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Yuddy menjelaskan kebijakan Ahok memberikan gaji yang tinggi kepada PNS DKI sempat membuat kaget banyak pihak. Langkah itu, sambung dia, juga mengagetkan PNS di daerah-daerah lain.

Sengaja memang saya mengkhususkan ke sini (Balai Kota DKI) selaku pembantu presiden yang mengurusi urusan aparatur negara. Kebijakan yang diambil pak gubernur DKI ini memang menggetarkan wilayah-wilayah lain dan cukup membuat terkaget-kaget banyak pihak kenapa penghasilan aparatur sipil di DKI itu begitu besar dibandingkan daerah-daerah lain, kata Yuddy di Balai Kota, Jakarta, Selasa (3/2).

Yuddy mengaku pihaknya telah meminta penjelasan dan klarifikasi serta perhitungan penggajian PNS di lingkup Pemprov DKI. Akhirnya disimpulkan, gaji gendut PNS DKI tidak melanggar aturan karena hanya 24 persen dari APBD. Dari penjelasan yang disampaikan memang sesuai ketentuan dan peraturan ada batas maksimum yang tidak boleh dilanggar di dalam biaya pegawai, yaitu tidak boleh lebih dari 30 persen dari APBD-nya, dan untuk provinsinya 25 persen. Lalu biaya pegawai di DKI ini 24 persen, tutur Yuddy.

Yuddy menjelaskan komponen penghasilan PNS terdiri dari gaji, tunjangan kinerja yang terdiri dari kinerja organisasi dan tunjangan kinerja individu. Lalu ada tunjangan kemahalan. Setiap daerah, kata dia, memiliki tunjangan yang berbeda satu sama lain disesuaikan dengan kemampuan pengelolaan daerah masing-masing.

Sebagaimana kita ketahui DKI ini pendapatan daerahnya 40 triliun, kemudian APBD-nya 70 triliun. Jadi relatif pengelolaan keuangannya cukup besar. Sementara penggunaan untuk biaya belanja daerahnya lebih kecil sehingga dari sisi keuangan memungkinkan, ujar Yuddy.

Di DKI, sambung Yuddy, ada upah pengendali teknis (UPT) yang besarnya tiga persen dari proyek-proyek yang ada di DKI. Pemerintah DKI di bawah pimpinan Ahok menghapuskan UPT. Langkah ini, ujar Yuddy, membuat penghematan anggaran mencapai 26 persen.

Lebih lanjut Yuddy menyatakan tunjangan kinerja daerah (TKD) diukur dari kinerja PNS itu. TKD tersebut dibagi menjadi dua yakni statis dan dinamis. Misalkan TKD statisnya seorang lurah 9 juta. Kalau dia hanya melakukan tugas-tugas rutinnya, tambahannya ya cuma 9 juta itu, kalau gaji seluruh Indonesia sama. Ketika dia melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan tupoksinya, maka TKD dinamisnya sama nilainya bakal 100 persen ya, ucapnya. Karena itu, Yuddy menyatakan tidak ada yang salah dengan kebijakan Ahok. Intinya tidak salah apa yang dilakukan pemerintah DKI, tinggal nomenklaturnya disesuaikan dengan UU Aparatur Sipil Negara, tandasnya. (jpnn)

 

03 Desember 2014 00:00:00 WIB | Post By: Admin BKD